Minggu, 09 November 2014

Puisi


Terang hati malamku

sayup-sayup mata seolah-olah menolak matahari terbit, rupanya aku terlalu menikmati bulan.

aku butuh suasana risau alam ini menyambut kesendirianku, aku suka itu.

dan tibanya malam adalah senyum bahagiaku, di suasana gurau aku lupa bebanku.




Diskusi beda warna
perundingan dewasa ini cukup bijak, ku katakan "benar", namun aku harus tegas mendayung melawan arus dengan perlahan.

mungkin memang harus sejalan ketika secangkir kopi,dan sobekan-sobekan roti kita nikmati bersama, dan ini adalah bukti.

sahabat malam ini tetap senyum mengalahkan kesetiaan rasi-rasi bintang di angkasa.
sahabatku, ya kalian. bukan mereka.




Kita Beda

adzan subuh berkumandang, dan bulan bersiap menemui batas waktunya. (hai matahari, aku masih melihatmu seperti kemarin) bintang akan iri melihat aku bergurai dengan sahabat-sahabatku, ya.. walaupun penghianatan demokrasi sedikit membuat kita terasa resah. tapi sebuah impian akan membalas.

suatu cinta yang baru,kekal,dan adil ada di dalam Tulus,Kompak,dan Peduli.

aku sekarang berada di sisi tak tentu garis. silakan kalian menghinaku dalam tulisan tinta merah.

aku mengerti aku, keadaan adalah kebisuan yang tak ku sangka.



Rencana

tertata rapih,terencana dengan akumulasi yang tepat,dan berjalan kondusif.
 itulah bayanganku, dan sekarang aku terjebak di tengah jembatan tak seimbang, jatuhpun bukan keadilan.
 apa aku harus diam? atau berlari tanpa pertimbangan dan adil.
ekspentasiku hancur, walaupun aku tahu jika tersusun akan lebih baik, tapi bagaimana? aku belum bisa.

Lagi
Angin malam ini berirama sendu.
Yang kurasakan hanya keinginan tanpa wujud.
Lagi, aku seperti kelinci hutan yang rindu keramaian.
Bukan sepi seperti roh dalam kematian.

Tuhan, biarkan sejenak aku mengadu.
Aku lelah menahan dengan kaki dan lutut.
Lagi, Aku ditinggal sendiri.
Terlalu lama aku dibiarkan berdiri.